Thursday, February 6, 2014

It called stupid box?

Annisa elcentia


It called stupid box?
Karya : Annisa Elcentia Fajarwati
Siswi kelas X3 Andalan SMA Al-Kautsar Bandar Lampung

Perkembangan media komunikasi Indonesia pada era 80-an belum begitu pesat. Hal ini dapat dibuktikan pada saat tersebut belum banyak bermunculan media komunikasi baik cetak maupun elektronik, khususnya media elektronik seperti televisi. Stasiun televisi yang disiarkan pun hanya menayangkan siaran informasi yang bersifat informatif.  Materi penyiaran pada saat itu ruang lingkupnya hanya mencakup informasi pembangunan. Stasiun yang menyiarkan hiburan pun kapasitasnya terbatas, hanya terdapat stasiun televisi yang dikelola oleh Pemerintah.  Jam tayang siarannya pun terbatas yaitu tidak boleh mengganggu jam-jam belajar.
Seiring berjalannya waktu pertelevisian Indonesia semakin berkembang, hal ini ditunjukkan dengan munculnya berbagai jenis media komunikasi baik media cetak maupun elektronik.  Contoh dari media cetak adalah koran, majalah,buletin,tabloid,dan lain-lain, sedangkan untuk media elektronik adalah radio, internet,  televisi dan lain-lain.  Dari berbagai media komunikasi yang bermunculan, media elektronik merupakan media yang paling banyak dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat, baik dari kalangan pelajar hingga kalangan masyarakat awam.
Media elektronik televisi merupakan media yang sangat efektif untuk dijadikan sebagai tempat memberikan berbagai bentuk informasi kepada masyarakat dikarenakan televisi adalah salahsatu media elektronik yang menggunakan frekuensi gelombang radio yang hampir dapat menjangkau seluruh wilayah pelosok nusantara,  sehingga informasi yang disiarkan oleh stasiun televisi tersebut dapat diakses dengan mudah oleh berbagai lapisan masyarakat.  Apalagi dengan adanya televisi yang tidak berlangganan yang tidak dikenakan biaya untuk para penontonnya.
Di Indonesia terdapat berbagai stasiun televisi yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta.  Pada umumnya stasiun yang dikelola oleh pihak swasta banyak memberikan kontribusi negatif kepada masyarakat melalui siaran yang di tayangkan.  Persaingan antara stasiun televisi swasta tak terelakkan dalam merebut perhatian pemirsa. Mereka berlomba-lomba menyajikan acara yang berpotensi menyedot perhatian banyak orang. Sayangnya mereka mengesampingkan kualitas dan nilai-nilai positif yang seharusnya terkandung dalam sebuah acara. Keseragaman tema dalam acaranya pun sudah tidak terelakkan lagi.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai jenis tayangannya yang sebagian besar berorientasi kepada bisnis maupun hiburan yang hanya mengejar rating ataupun keuntungan finansial semata yang tak jarang tidak mempertimbangkan aspek edukasi. Apalagi hal ini dibuktikan dengan maraknya sinetron-sinetron yang katanya bertemakan anak sekolah namun isinya berbanding terbalik dengan apa yang terdapat  pada isi  cerita. 
Materi  yang ada dalam sinetron tersebut malah menceritakan tentang kehidupan remaja khususnya remaja di kalangan sekolah menengah yang hidup dengan kemewahan dan pola hidup konsumtif.  Hal tersebut bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas berada dalam golongan menengah ke bawah.  Gaya pakaian yang ada di sinetron tersebut pun meniru gaya masyarakat Barat yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada di Indonesia.  Adapun tema lain yang di ceritakan di dalam sinetron yang ada Indonesia adalah kisah percintaan romantis “anak baru gede” di dalam lingkungan sekolah yang semestinya belum pantas dilakukan oleh anak-anak di usia mereka.  Selain itu,terdapat pula adegan-adegan pembunuhan (sadisme), sifat iri,dengki, sifat temperamental (suka marah-marah), sifat pembenci, perbuatan tidak sopan terhadap orangtua maupun pembantu, saling sindir, gosip, dan adegan kurang pantas lainnya yang menjadi sajian utama setiap sinetron Indonesia.
Selain sinetron, banyak pula acara-acara ajang pencarian bakat yang diikuti oleh kalangan pelajar yang pada dasarnya masih harus bersekolah tetapi malah mengikuti kegiatan pencarian bakat tersebut selama berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan, yang berakibat pada tertinggalnya berbagai materi pelajaran yang seharusnya mereka bisa dapatkan di sekolah.
Jenis tayangan lain yang ada pada stasiun televisi di Indonesia adalah banyaknya acara kuis yang mayoritas berorientasi kepada hiburan semata yang mana dalam acara tersebut terdapat beragam kuis yang isinya sama sekali tidak berbobot dan tidak mendidik melainkan cenderung  mengajarkan masyarakat untuk berhura-hura.
Atau ada pula terdapat acara-acara komedi yang banyak melemparkan tepung, air, kue ataupun yang lainnya dengan kedok supaya terlihat humoris. Padahal jelas terlihat bahwa hal tersebut hanyalah perbuatan yang sia-sia. Apa mereka tidak sadar bahwa masih banyak rakyat yang kelaparan di negara ini? Sah-sah saja untuk menghibur tapi apa tidak dipikirkan kesenjangan sosial dibalik lawakan yang menurut saya  tidak etis tersebut.
Selain itu, baru-baru ini stasiun-stasiun televisi Indonesia juga dihebohkan dengan banyaknya goyangan ataupun tarian yang menampilkan gerakan tubuh dengan pakaian erotis dan unsur seksual yang sama sekali tidak sesuai dengan norma etika bangsa Indonesia di setiap stasiun televisinya. Sementara, para pihak pengelola televisi akan menganggap hal tersebut di atas sebagai bagian dari sebuah kreatifitas. Padahal jika diperhatikan kembali berbagai jenis acara yang ditayangkan tersebut dapat memberikan dampak negative secara signifikan terhadap anak bangsa khususnya bagi kalangan remaja dan anak-anak.
Acara televisinya pun banyak ditayangkan pada saat jam-jam belajar siswa sehingga siswa kebanyakan lebih memilih untuk menonton televisi dibandingkan untuk belajar. Begitu memperhatinkan dunia pertelevisian Indonesia pada saat ini. Masyarakat sudah banyak menjadi penikmat tayangan yang sebenarnya mengarah kepada pembodohan. Mereka sudah terkontaminasi oleh “virus-virus” buruk yang telah disiarkan oleh pertelevisian di negaranya sendiri. Jadi, jika di negaranya sendiri terjadi pembodohan kapan pola pikir masyarakat negara ini akan maju?
Kasus-kasus seperti di atas pada dasarnya dapat di antisipasi dengan peranan dari berbagai pihak terkait. Pihak yang berperan penting untuk penanganan masalah pertelevisian di Indonesia adalah pemerintah, pengusaha, orangtua, maupun dari masyarakat itu.
Pertama, peran pemerintah adalah peranan yang paling utama dikarenakan pemerintah merupakan lembaga negara yang paling tinggi di negara ini yang dipercaya bisa mengatur semua masalah negara dengan baik. Apalagi sekarang sudah dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga induk yang melakukan kontrol terhadap penyiaran televisi di Indonesia. Oleh karena itu dengan dibentuknya KPI seharusnya pemerintah dapat lebih bijak untuk memblokir semua tayangan televisi yang kurang bermanfaat, lebih selektif dalam memilih film-film yang akan lulus sensor, mengedepankan tayangan televisi yang mempunyai unsur edukasi , mengatur jam tayang pertelevisian, dan membatasi jumlah durasi pada setiap tayangan.
Kedua, peranan pengusaha yaitu perusahaan perindustrian televisi juga sangat berpengaruh terhadap kemajuan pertelevisian Indonesia, mereka seharusnya berperan aktif untuk memberikan kontribusi  yaitu dengan menampilkan acara-acara edukatif yang dapat membangun pola pikir anak bangsa agar lebih maju.
Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah peranan dari orangtua. Mengapa orangtua juga dibutuhkan dalam masalah ini? Ya,peranan orangtua juga sangat dibutuhkan karena orangtua adalah orang terdekat yang dapat mengontrol dan mengawasi siaran yang akan anak mereka tonton. Maka dari itu orangtua juga dituntut untuk lebih selektif memilih tayangan yang edukatif bagi anaknya.
Contoh dari tayangan edukatif adalah :
  1. Tayangan Program Berita
  2. Tayangan Program Motivasi
  3. Tayangan Religi
  4. Tayangan Olahraga
Adapun cara yang paling efektif untuk mencari tayangan edukatif menurut penulis  adalah dengan berlangganan televisi yang menggunakan antena parabola atau kabel karena televisi berbayar adalah televisi yang dapat dipilih atau dipesan stasiun televisinya atau program siarannya sesuai dengan keinginan anda. Jadi, anda dapat menyeleksi jenis tayangan yang ingin anda pilih maupun yang tidak ingin anda pilih.
Tetapi jika anda tidak ingin mengeluarkan biaya yang lebih untuk membayar TV berlangganan maka kembali lagi ke cara pertama yaitu dengan meningkatkan pengawasan dari seluruh pihak terkait.
Terakhir, peran dari masyarakat itu sendiri juga berpengaruh terhadap peningkatan mutu pertelevisian di Indonesia. Masyarakat seharusnya berperan aktif untuk mengkritik tayangan yang disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi yang ada karena televisi seharusnya dijadikan sebagai media yang efektif dalam  penyampaian informasi yang dapat membangun dan bukan sebaliknya.
Berbagai cara harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pertelevisian bangsa ini, namun pengawasan secara selektif merupakan cara pokok untuk meningkatkan mutu pertelevisian di Indonesia. Dikarenakan televisi sekarang sudah bisa dibilang sebagai “makanan pokok” sebagian besar masyarakat di negara ini, maka marilah kita sama-sama berpartisipasi dalam meningkatkan mutu tayangan televisi di negara kita tercinta ini agar menjadi sarana edukasi yang mendidik. Kalau bukan kita yang melakukannya lalu siapa lagi?

Annisa elcentia / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Coprights @ 2016, Blogger Template Designed By Templateism | Templatelib