It called stupid box?
Karya : Annisa Elcentia
Fajarwati
Siswi kelas X3 Andalan
SMA Al-Kautsar Bandar Lampung
Perkembangan media komunikasi
Indonesia pada era 80-an belum begitu pesat. Hal ini dapat dibuktikan pada saat
tersebut belum banyak bermunculan media komunikasi baik cetak maupun
elektronik, khususnya media elektronik seperti televisi. Stasiun televisi yang
disiarkan pun hanya menayangkan siaran informasi yang bersifat informatif. Materi penyiaran pada saat itu ruang
lingkupnya hanya mencakup informasi pembangunan. Stasiun yang menyiarkan
hiburan pun kapasitasnya terbatas, hanya terdapat stasiun televisi yang
dikelola oleh Pemerintah. Jam tayang
siarannya pun terbatas yaitu tidak boleh mengganggu jam-jam belajar.
Seiring berjalannya
waktu pertelevisian Indonesia semakin berkembang, hal ini ditunjukkan dengan
munculnya berbagai jenis media komunikasi baik media cetak maupun elektronik. Contoh dari media cetak adalah koran, majalah,buletin,tabloid,dan
lain-lain, sedangkan untuk media elektronik adalah radio, internet, televisi dan lain-lain. Dari berbagai media komunikasi yang
bermunculan, media elektronik merupakan media yang paling banyak dikonsumsi
oleh berbagai lapisan masyarakat, baik dari kalangan pelajar hingga kalangan
masyarakat awam.
Media elektronik
televisi merupakan media yang sangat efektif untuk dijadikan sebagai tempat
memberikan berbagai bentuk informasi kepada masyarakat dikarenakan televisi
adalah salahsatu media elektronik yang menggunakan frekuensi gelombang radio
yang hampir dapat menjangkau seluruh wilayah pelosok nusantara, sehingga informasi yang disiarkan oleh stasiun
televisi tersebut dapat diakses dengan mudah oleh berbagai lapisan masyarakat. Apalagi dengan adanya televisi yang tidak berlangganan
yang tidak dikenakan biaya untuk para penontonnya.
Di Indonesia terdapat berbagai stasiun televisi yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta. Pada umumnya stasiun yang dikelola oleh pihak swasta banyak memberikan kontribusi negatif kepada masyarakat melalui siaran yang di tayangkan. Persaingan antara stasiun televisi swasta tak terelakkan dalam merebut perhatian pemirsa. Mereka berlomba-lomba menyajikan acara yang berpotensi menyedot perhatian banyak orang. Sayangnya mereka mengesampingkan kualitas dan nilai-nilai positif yang seharusnya terkandung dalam sebuah acara. Keseragaman tema dalam acaranya pun sudah tidak terelakkan lagi.
Hal ini dapat dilihat
dari berbagai jenis tayangannya yang sebagian besar berorientasi kepada bisnis maupun
hiburan yang hanya mengejar rating ataupun keuntungan finansial semata yang tak
jarang tidak mempertimbangkan aspek edukasi. Apalagi hal ini dibuktikan dengan
maraknya sinetron-sinetron yang katanya bertemakan anak sekolah namun isinya
berbanding terbalik dengan apa yang terdapat
pada isi cerita.
Materi yang ada dalam sinetron tersebut malah
menceritakan tentang kehidupan remaja khususnya remaja di kalangan sekolah
menengah yang hidup dengan kemewahan dan pola hidup konsumtif. Hal tersebut bertolak belakang dengan
kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas berada dalam golongan menengah ke
bawah. Gaya pakaian yang ada di sinetron
tersebut pun meniru gaya masyarakat Barat yang tidak sesuai dengan norma-norma
sosial yang ada di Indonesia. Adapun
tema lain yang di ceritakan di dalam sinetron yang ada Indonesia adalah kisah
percintaan romantis “anak baru gede” di dalam lingkungan sekolah yang
semestinya belum pantas dilakukan oleh anak-anak di usia mereka. Selain itu,terdapat pula adegan-adegan
pembunuhan (sadisme), sifat iri,dengki, sifat temperamental (suka marah-marah),
sifat pembenci, perbuatan tidak sopan terhadap orangtua maupun pembantu, saling
sindir, gosip, dan adegan kurang pantas lainnya yang menjadi sajian utama
setiap sinetron Indonesia.
Selain sinetron, banyak
pula acara-acara ajang pencarian bakat yang diikuti oleh kalangan pelajar yang
pada dasarnya masih harus bersekolah tetapi malah mengikuti kegiatan pencarian
bakat tersebut selama berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan, yang
berakibat pada tertinggalnya berbagai materi pelajaran yang seharusnya mereka
bisa dapatkan di sekolah.
Jenis tayangan lain
yang ada pada stasiun televisi di Indonesia adalah banyaknya acara kuis yang
mayoritas berorientasi kepada hiburan semata yang mana dalam acara tersebut
terdapat beragam kuis yang isinya sama sekali tidak berbobot dan tidak mendidik
melainkan cenderung mengajarkan
masyarakat untuk berhura-hura.
Atau ada pula terdapat
acara-acara komedi yang banyak melemparkan tepung, air, kue ataupun yang
lainnya dengan kedok supaya terlihat humoris. Padahal jelas terlihat bahwa hal
tersebut hanyalah perbuatan yang sia-sia. Apa mereka tidak sadar bahwa masih
banyak rakyat yang kelaparan di negara ini? Sah-sah saja untuk menghibur tapi
apa tidak dipikirkan kesenjangan sosial dibalik lawakan yang menurut saya tidak etis tersebut.
Selain itu, baru-baru
ini stasiun-stasiun televisi Indonesia juga dihebohkan dengan banyaknya
goyangan ataupun tarian yang menampilkan gerakan tubuh dengan pakaian erotis dan
unsur seksual yang sama sekali tidak sesuai dengan norma etika bangsa Indonesia
di setiap stasiun televisinya. Sementara, para pihak pengelola televisi akan
menganggap hal tersebut di atas sebagai bagian dari sebuah kreatifitas. Padahal
jika diperhatikan kembali berbagai jenis acara yang ditayangkan tersebut dapat
memberikan dampak negative secara signifikan terhadap anak bangsa khususnya
bagi kalangan remaja dan anak-anak.
Acara televisinya pun
banyak ditayangkan pada saat jam-jam belajar siswa sehingga siswa kebanyakan
lebih memilih untuk menonton televisi dibandingkan untuk belajar. Begitu
memperhatinkan dunia pertelevisian Indonesia pada saat ini. Masyarakat sudah
banyak menjadi penikmat tayangan yang sebenarnya mengarah kepada pembodohan. Mereka
sudah terkontaminasi oleh “virus-virus” buruk yang telah disiarkan oleh
pertelevisian di negaranya sendiri. Jadi, jika di negaranya sendiri terjadi
pembodohan kapan pola pikir masyarakat negara ini akan maju?
Kasus-kasus seperti di atas
pada dasarnya dapat di antisipasi dengan peranan dari berbagai pihak terkait. Pihak
yang berperan penting untuk penanganan masalah pertelevisian di Indonesia
adalah pemerintah, pengusaha, orangtua, maupun dari masyarakat itu.
Pertama, peran
pemerintah adalah peranan yang paling utama dikarenakan pemerintah merupakan
lembaga negara yang paling tinggi di negara ini yang dipercaya bisa mengatur
semua masalah negara dengan baik. Apalagi sekarang sudah dibentuk Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga induk yang melakukan kontrol terhadap
penyiaran televisi di Indonesia. Oleh karena itu dengan
dibentuknya KPI seharusnya pemerintah dapat lebih bijak untuk memblokir semua tayangan
televisi yang kurang bermanfaat, lebih selektif dalam memilih film-film yang
akan lulus sensor, mengedepankan tayangan televisi yang mempunyai unsur edukasi
, mengatur jam tayang pertelevisian, dan membatasi jumlah durasi pada setiap
tayangan.
Kedua, peranan
pengusaha yaitu perusahaan perindustrian televisi juga sangat berpengaruh
terhadap kemajuan pertelevisian Indonesia, mereka seharusnya berperan aktif
untuk memberikan kontribusi yaitu dengan
menampilkan acara-acara edukatif yang dapat membangun pola pikir anak bangsa
agar lebih maju.
Ketiga, yang tidak
kalah pentingnya adalah peranan dari orangtua. Mengapa orangtua juga dibutuhkan
dalam masalah ini? Ya,peranan orangtua juga sangat dibutuhkan karena orangtua
adalah orang terdekat yang dapat mengontrol dan mengawasi siaran yang akan anak
mereka tonton. Maka dari itu orangtua juga dituntut untuk lebih selektif memilih
tayangan yang edukatif bagi anaknya.
Contoh dari tayangan edukatif adalah :
- Tayangan Program Berita
- Tayangan Program Motivasi
- Tayangan Religi
- Tayangan Olahraga
Adapun cara yang paling
efektif untuk mencari tayangan edukatif menurut penulis adalah dengan berlangganan televisi yang menggunakan
antena parabola atau kabel karena televisi berbayar adalah televisi yang dapat
dipilih atau dipesan stasiun televisinya atau program siarannya sesuai dengan
keinginan anda. Jadi, anda dapat menyeleksi jenis tayangan yang ingin anda
pilih maupun yang tidak ingin anda pilih.
Tetapi jika anda tidak
ingin mengeluarkan biaya yang lebih untuk membayar TV berlangganan maka kembali
lagi ke cara pertama yaitu dengan meningkatkan pengawasan dari seluruh pihak
terkait.
Terakhir, peran dari
masyarakat itu sendiri juga berpengaruh terhadap peningkatan mutu pertelevisian
di Indonesia. Masyarakat seharusnya berperan aktif untuk mengkritik tayangan
yang disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi yang ada karena televisi
seharusnya dijadikan sebagai media yang efektif dalam penyampaian informasi yang dapat membangun
dan bukan sebaliknya.
Berbagai cara harus
dilakukan untuk meningkatkan mutu pertelevisian bangsa ini, namun pengawasan
secara selektif merupakan cara pokok untuk meningkatkan mutu pertelevisian di
Indonesia. Dikarenakan televisi sekarang sudah bisa dibilang sebagai “makanan
pokok” sebagian besar masyarakat di negara ini, maka marilah kita sama-sama
berpartisipasi dalam meningkatkan mutu tayangan televisi di negara kita
tercinta ini agar menjadi sarana edukasi yang mendidik. Kalau bukan kita yang
melakukannya lalu siapa lagi?
0 komentar:
Post a Comment